BAB III
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
3.1 Penghitungan PPh Orang Pribadi
Seperti telah dijelaskan dalam bab–bab sebelumnya bahwa penghitungan PPh Orang Pribadi dibedakan sebagai berikut :
a Orang Pribadi Karyawan atau tidak menjalankan usaha
Untuk OP Karyawan atau bagi yang tidak menjalankan usaha menghitunga penghasilankena pajak sebesar gaji yang diterima atau diperoleh dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b Orang Pribadi Usahawan atau pekerja bebas
Untuk OP yang menjalankan usahawan atau pekerja bebas penghitungan penghasilan kena pajak adalah :
ü
Untuk omzet/peredaran usaha dalam kurang dari Rp. 4.800.000.000,- menghitung penghasilan bersihnya boleh menggunakan pembukuan atau perkiraan penghasilan neto (norma) kemudian setelah itu dikurangi dengan PTKP
ü Untuk omzet sama dengan atau lebih dari Rp. 4.800.000.000,- menghitung penghasilan bersihnya harus dengan pembukuan, kemudian dikurangi dengan PTKP
Tarif Pajak
PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2011
Tarif
Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah berdasarkan pasal 17 Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
dengan perincian sebagai berikut :
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
s.d Rp50.000.000,00
|
5%
|
di atas Rp50.000.000,00 s.d Rp250.000.000,00
|
15%
|
di
atas Rp 250.000.000,00 s.d
Rp500.000.000,00
|
25%
|
di
atas Rp500.000.000,00
|
30%
|
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib
Pajak orang pribadi:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp
600.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang :
5 % x Rp
50.000.000,- = Rp.
2.500.000,-
15 % x Rp. 200.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
25 % x Rp. 250.000.000,- = Rp. 62.500.000,-
30 % x Rp. 100.000.000,- = Rp. 30.000.000,-( +)
Jumlah PPh
terutang
= Rp. 125.000.000,-
Wajib
Pajak Samsul yang memperoleh penghasilan neto dari usaha perdagangan bahan
bangunan sebesar Rp. 100.000.000,- dan mempunyai seorang isteri yang
menjalankan usaha salon kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp.
150.000.000,-, pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan jumlah penghasilan neto
sebesar Rp. 250.000.000,00 (100.000.000 + 150.000.000).
Misalnya
, Samsul tidak mempunyai anak maka pajak yang terutang atas jumlah penghasilan
tersebut adalah sebesar :
Penghasilan
Neto :
Rp. 250.000.000
PTKP
(K/I/0) :
Rp. 33.000.000
Penghasilan
Kena Pajak :
Rp. 217.000.000
PPh
Terutang
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp.
167.000.000 = Rp. 25.050.000
: Rp.
27.550.000
Apabila
suami dan isteri pisah harta dan penghasilan maka untuk masing-masing suami dan
isteri pengenaan pajak terutangnya dihitung sebagai berikut :
Suami : Rp. 100.000.000 x Rp. 27.550.000 = 11.020.000
Rp. 250.000.000
Isteri : Rp.
150.000.000 x Rp. 27.550.000 = 16.530.000
Rp.
250.000.000
Tuan Adit
seorang pengusaha perdagangan bahan bangunan dengan nama toko Makmur di
Purwokerto dengan status menikah dan mempunyai dua anak. Dari toko tersebut
tuan Adit memperoleh penghasilan kotor (bruto) dalam satu tahun adalah
Rp.600.000.000,- Penghasilan neto dihitung dengan metode norma penghitungan
penghasilan neto.
Dalam
penjualan tahun 2011 terdapat penjualan kepada bendaharawan pemerintah dan
telah dipungut PPh Pasal 22 sebesar Rp.1.000.000,-
Selama
tahun 2011 Tuan Adit telah membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar
Rp.6.000.000,-
Pajak
Penghasilan Pasal 25/29 untuk SPT tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2011 tuan
Adit dihitung sebagai berikut :
Penghasilan
Bruto : Rp. 600.000.000
Norma
penghasilan neto kode 62440 : 20 %
Penghasilan
neto(600.000.000 x 20 % = 120.000.000) : Rp.
120.000.000
PTKP
(K/2)
û
Wajib Pajak :
Rp. 15.840.000
û
Kawin : Rp. 1.320.000
û
Anak ke-1 : Rp. 1.320.000
û
Anak ke-2 : Rp. 1.320.000 (+)
: Rp. 19.800.000 (–)
Penghasilan
Kena Pajak : Rp. 100.200.000
PPh
Terutang :
Rp. 050.000.000 x 5% =
Rp. 02.500.000
Rp. 050.200.000 x 15% = Rp. 07.530.000 (+)
(Rp. 100.200.000) : Rp.
10.030.000
Kredit
Pajak :
û PPh Pasal
22 : Rp.
1.000.000
û PPh Pasal
25 : Rp. 6.000.000 (+)
: Rp. 7.000.000 (-)
PPh Kurang Bayar (PPh Pasal
29)
: Rp. 3.030.000
Angsuran
PPh Pasal 25 tahun 2012 :
û PPh Terutang :
Rp. 10.030.000
û PPh Pasal
22 :
Rp. 1.000.000 (-)
Rp. 9.030.000
Angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan Rp.
9.030.000 = Rp.
752.500
12
3.2
Pajak Penghasilan
Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
3.2.1 Pengertian PPh Orang Pribadi Dalam Negeri
Pajak Penghasilan Orang
Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak
orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.
3.2.2 Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi
Dalam Negeri / PPh OPDN
Subjek PPh OPDN adalah
orang pribadi terbagi atas dua golongan yaitu subjek pajak orang pribadi dalam
negeri dan subjek pajak orang pribadi luar negeri. Subjek pajak dalam negeri
adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam periode 12 bulan dan orang pribadi yang dalam
satu tahun pajak berada di Indonesia dam mempunyai niat untuk bertempat tinggal
di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri
adalah orang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari yang menjalankan kegiatan usaha melalui bentuk usaha
tetap (BUT) di Indonesia dan Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari yang dapat
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan kegiatan usaha
melalui BUT di Indonesia.
Ketentuan mengenai test
time atau tes waktu timbulnya BUT untuk subjek pajak luar negeri dari negara
yang memiliki Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia
mengacu pada ketentuan yang diatur dalam P3B yang bersangkutan.
3.2.3
Objek
Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
Objek pajak PPh
OPDN adalah penghasilan di mana setiap penambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak berasal dari dalam negeri maupun luar
Indonesia dan dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak / WP.
3.2.4
Tarif
Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
Tarif
Pajak Penghasilan OPDN sesuai pasal 17 Undang-Undang PPh :
a. Penghasilan sampai 25 juta
kena tarif 5%
b. Penghasilan antara 25 sampai
50 juta kena tarif 10%
c. Penghasilan antara 50
sampai dengan 100 juta terkena tarif 15%
d. Penghasilan antara 100
sampai 200 juta kena tarif 25%
e. Penghasilan lebih dari 200
juta kena tarif 35%
PTKP
atau Penghasilan tidak kena pajak untuk PPh OPDN sebagai berikut :
a. Rp. 2.880.000,- untuk diri
sendiri wajib pajak.
b. Rp. 1.440.000,- untuk
tambahan wajib pajak / wp kawin.
c. Rp. 2.880.000,- untuk
tambahan satu orang istri yang penghasilannya digabung dengan suami.
d. Rp. 1.440.000,- untuk
tambahan untuk setiap anggota keluarga maksimal 3 orang.
Contoh untuk
penghitungan tahun pajak 2009
Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan
Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh
sebagai berikut.
Peredaran
bruto Rp
6.000.000.000,00
Biaya untuk
mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp 5.400.000.000,00(-)
Laba usaha
(penghasilan neto usaha) Rp
600.000.000,00
Ø Penghasilan lainnya Rp
50.000.000,00
Ø Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan
memelihara
penghasilan
lainnya tersebut Rp
30.000.000,00 (-)
Penghasilan
neto dari usaha Rp 20.000.000,00(+)
Jumlah
seluruh penghasilan neto Rp 620.000.000,00
Zakat Rp. 0,00
Kompensasi
kerugian Rp 10.000.000,00(-)
Penghasilan
Kena Pajak (bagi Wajib Pajak badan) Rp
610.000.000,00
Pengurangan
berupa untuk Wajib
Pajak orang
pribadi (isteri + 2 anak) Rp 19.800.000,00(-)
Penghasilan
Kena Pajak
(bagi Wajib
Pajak orang pribadi) Rp 590.200.
000,00
PPh Terutang
: 5% x 50.000.000 Rp.
2.500.000,00
15%x 200.000.000 Rp. 30.000.000,00
25%x 250.000.000 Rp. 62.500.000,00
30%x 90.200.000 Rp. 27.060.000,00(+)
Jumlah PPh
Terutang Rp. 122.060.000,00
Kredit Pajak Rp. 100.000.000,00(-)
PPh Kurang
Bayar Rp. 22.060.000,00
BAB IV
PAJAK PENGHASILAN BADAN
4.1. Pengenaan Pajak Penghasilan Badan
Yang dimaksud badan di sini adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (UU Nomor 28 tahun 2007). Seperti telah diuraikan dalam bab – bab sebelumnya bahwa untuk penghitungan pajak penghasilan Badan dimulai dengan penghitungan penghasilan bersih dengan menggunakan pembukuan. Yang menjadi dasar pengenaan pajak PPh Badan adalah sebesar laba bersih kena pajak tanpa pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sedangkan tarif pajak untuk PPh Badan adalah :
1. Tarif Pajak s.d. tahun 2008
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif Pajak
|
Sampai dengan 50.000.000
|
10%
|
Diatas 50.000.000 s.d. 100.000.000
|
15%
|
Diatas 100.000.000
|
30%
|
|
2. Tarif Pajak mulai tahun 2009
Tahun
|
Tarif Pajak
|
2009
|
28%
|
2010
|
25%
|
|
Tarif Pajak khusus WP Badan tertentu mulai tahun 2009
1. Untuk Perseroan Terbuka yang sahamnya minimal dimiliki publik 40%
Bagi PT terbuka dengan saham yang dimiliki publik minimal 40% ada pengurangan
tarif 5% (pasal 17 (2b)) sehingga tarif menjadi :
Tarif pajak 2009 = 23%
Tarif Pajak 2010 = 20%
2. Bagi UMKM dengan Omzet Setahun s.d. 50.000.000.000
WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp. 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar, sehingga tarif PPh Badan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tersebut adalah :
Bagian Omzet
|
Tahun 2009
|
Tahun 2010
|
Bagian omzet s.d. 4,8 M
|
14 %
|
12.5%
|
Bagian Omzet 4,8 s.d. 50 M
|
28 %
|
25 %
|
|
Tarif Pajak Wajib Pajak Badan UMKM
PT X memperoleh penjualan/omzet setahun sebesar Rp. 60.000.000.000,- dan memperoleh laba neto sebesar Rp. 190.000.000,-
Penghitungan PPh (WP Badan) :
JUMLAH PKP = laba neto = Rp 190.000.000,00
1. PPh TERUTANG tahun 2008 (Tarif lama) :
10% X Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15% X Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30% X Rp 90.000.000 = Rp 27.000.000
PPh TERUTANG Rp 39.500.000,00
2. PPh Terutang (Tarif tahun 2009)
Karena penjualannya lebih dari Rp 50 Miliar maka langsung dikenakan tarif 28%.
PPh Terutang tahun 2009
= 28% X 190.000.000 = Rp. 53.200.000,-
3. PPh Terutang (tarif tahun 2010)
Karena penjualannya lebih dari Rp 50 Miliar maka langsung dikenakan tarif 28%. PPh Terutang tahun 2010 = 25% X 190.000.000 = Rp. 47.500.000,-
Contoh 2
CV Anda dalam tahun 2009 membukukan omzet sebesar Rp. 4.000.000.000,- dan laba bersih diperoleh sebesar
Rp. 100.000.000,- Karena omzetnya dibawah Rp. 50 Miliar maka termasuk UMKM dan mendapat fasilitas tarif
tahun 2009 sebesar 14% untuk bagian omzet s.d. 4,8 Miliar. Dan karena omzetnya kurang dari Rp. 4,8 M maka tarif PPh Badan tahun 2009 adalah 14% dari laba bersih.
PPh Badan tahun 2009 = 14% X 100.000.000
= Rp. 14.000.000
Contoh 3 :
PT. Y dalam tahun Peredaran Usaha sebesar Rp. 30.000.000.000 dan laba bersih sebesar Rp. 3.000.000.000 atas hal tersebut penghitungan PPh Badan tahun 2009 menggunakan fasilitas UMKM karena omzet dalam setahun tidak lebih dari
Rp. 50.000.000.000,- dihitung sebagai berikut :
Diketahui : laba bersih = penghasilan kena pajak(PKP) = Rp. 3.000.000.000,
Tarif pajak 2009 untuk UMKM adalah 14% dan 28% dari PKP dihitung sbb :
Uraian
|
Peredaran Usaha
|
PKP
|
Tarif
|
PPh Terutang
|
Tarif fasilitas UMKM
|
0 s.d. 4,8 M
|
480.000.000
|
14%
|
67.200.000
|
Tarif sisanya
|
4,8 M – 30 M
|
2.520.000.000
|
28%
|
705.600.000
|
Jumlah
|
30 M
|
3.000.000.000
|
|
772.800.000
|
|
Angka PKP Rp. 480.000.000 (dalam kolom ketiga diatas) yang mendapat tarif 14% adalah:
= (batasan omzet fasilitas dibagi total omzet) X Total laba (PKP)
= (4,8 M / 30 M) x 3 M
= Rp. 480.000.000
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk menghitung penghasilan bersih untuk
Wajib Pajak Badan harus menggunakan pembukuan maka dalam bahasan selanjutkan kita akan
membahas mengenai pembukuan dalam perpajakan (akuntansi pajak).
4.1.1 Tarif Pajak Pasal 17
Berdasarkan UU PPh nomor 36 tahun 2008 yang efektif berlaku per 1 Januari 2009, dimana tarif PPh Badan menggunakan tariff tunggal 28% untuk tahun pajak 2009 (Pasal 17 ayat 1 huruf b) dan berubah menjadi 25% untuk tahun pajak 2010 (Pasal 17 ayat (2a)).
Selanjutnya sesuai Pasal 31E ayat (1) menyatakan bahwa: Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai Rp50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tariff sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00
û Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tariff sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT. Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
û Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00
û Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
û Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp67.200.000,00
- 28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp705.600.000,00
Jadi, Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp. 67.200.000,00 + Rp705.600.000,00 = Rp772.800.000,00
4.1.1
4.1.2 PPh Terhutang
Besarnya pajak terhutang (PPh terhutang) diperoleh dengan jalan mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dengan Tarif Pajak Pasal 17. Untuk keperluan penerapan tariff pajak ini jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh.
4.1.3 PPh Yang Dipotong/Dipungut Pihak Lain
Merupakan pelunasan pajak dalam tahun berjalan yaitu melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain (pada saat wajib pajak menerima
penghasilan) yang boleh diperhitungkan sebagai Kredit Pajak (dikreditkan)
Terhadap PPh terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Kredit Pajak hanya dapat diperhitungkan untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya tidak bersifat final.
Adapun jenis Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan antara lain :
a
Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan yang dipungut oleh bendaharawan atau badan lain yang ditunjuk sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang tertentu lainnya.
b
Pajak Penghasilan Pasal 23/26
Pajak Penghasilan yang dipotong sehubungan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh atas penggunaan modal (capital income) dan penghasilan sehubungan dengan jasa yang diterima wajib pajak badan. Misalnya royalti, sewa, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan.
c
Pajak Penghasilan Pasal 24
Pajak yang dibayar atau terhutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.
4.1.4 PPh Yang Harus Dibayar Sendiri
Merupakan selisih antara PPh terhutang dengan PPh yang dipotong/dipungut pihak lain (sebagaimana yang dimaksud kredit pajak pasal 22, pasal 23 dan pasal 24). Dimana besarnya PPh yang harus dibayar sendiri tersebut menjadi dasar penghitungan Angsuran Pajak (PPh. Pasal 25) untuk tahun pajak berikutnya, dengan formulasi penghitungan yaitu PPh yang harus dibaya sendiri dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
4.1.5 PPh Yang Telah Dibayar Sendiri
Merupakan pelunasan/pembayaran pajak dalam tahun berjalan yaitu oleh wajib pajak sendiri yang boleh diperhitungkan sebagai Kredit Pajak
(dikreditkan) terhadap PPh terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. PPh yang telah dibayar sendiri dapat meliputi :
a PPh. Pasal 25 (angsuran pajak setiap bulannya)
b Surat Tagihan Pajak (STP) PPh. Pasal 25 (hanya pokok pajak)
c Fiskal luar negeri
4.1.6 PPh Yang Kurang / Lebih Bayar
Merupakan selisih antara PPh yang harus dibayar sendiri dengan PPh yang telah dibayar sendiri oleh wajib pajak.
Dimana jika PPh yang harus dibayar Sendiri lebih besar dari pada PPh yang telah dibayar sendiri, maka terdapat PPh yang masih harus dibayar (PPh kurang bayar). Demikian pula jika PPh yang harus dibayar sendiri lebih kecil dari pada PPh yang telah dibayar sendiri, maka terdapat PPh yang lebih bayar.
Apabila terdapat hasil PPh kurang bayar, maka kekurangan tersebut harus dilunasi selambat- lambatnya sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan dilaporkan diakhir bulan April tahun pajak berikutnya
Penghasilan yang dikenakan PPh Final yang diterima WP Badan adalah:
No
|
Jenis Penghasilan dikenakan PPh Final
|
Tarif
|
Dasar tarif
|
Dasar Hukum
|
1
|
Bunga deposito, tabungan, SBI
|
20%
|
Bunga bruto
|
Psl. 4 (2)
|
2
|
Diskonto obligasi, premium di B.E.
|
20%
|
Bunga bruto
|
Psl. 4 (2)
|
3
|
Saham & sekuritas di bursa efek
|
0,1%
|
Bruto
|
Psl. 4 (2)
|
Saham pendiri di B.E.
|
0,5%
|
Bruto
|
Psl. 4 (2)
|
4
|
Penghasilan penjualan saham milik
perusahaan modal ventura
|
0,1%
|
Bruto
|
Psl. 4 (2)
|
5
|
PENGHASILAN USAHA :
a. BBM, Pemumas, Gas
b. Penyalur / distributor rokok
(berlaku s.d. 2008)
|
0,3%
0,15%
|
Harga jual
Harga bandrol
|
Pasal 4 (2)
Pasal 4 (2)
|
6
|
Pengalihan tnh & bang.
Pengalihan tnh & bang RS/Rusun
Sederhana, Oleh WP Real Estate
|
5%
1%
|
H. Jual / NJOP
H. Jual / NJOP
|
Psl. 4 (2) *)
Psl. 4 (2) *)
|
7
|
Sewa tanah dan bangunan
|
10%
|
Bruto
|
Psl. 4 (2) *)
|
8
|
Imbalan jasa konstruksi :
a. Pelasanaan konstruksi :
- Jasa konstruksi kecil
- Jakon Besar/Menengah
- Jakon Tdk bersertifikat
b. Perencanaan konstruksi
c. Pengawasan Konstruksi
Jika Tidak bersertifikat
|
2%
3%
4%
4%
4%
6%
|
Bruto
Bruto
|
Psl. 4 (2) **)
Psl. 4 (2) **)
|
9
|
Perwakilan dagang asing
|
0,44%
|
Ekspor bruto
|
Pasal 15
|
10
|
Pelayaran & Penerbangan Luar Negeri
|
2,64%
|
Bruto
|
Psl. 15
|
11
|
Pelayaran Dalam Negeri
|
1,2%
|
Bruto
|
Psl. 15
|
12
|
Revaluasi aktiva tetap
|
10%
|
Selisih lebih –
kompensasi
|
Psl. 19
|
13
|
Penghasilan lainnya meliputi :
- Jasa maklon internasional
- Hadiah Undian
|
2,1%
25%
|
Biaya pembuatan
– bahan baku
Bruto
|
Psl. 15
Psl. 4 (2)
|
|
*) berlaku mulai tahun pajak 2009
**) berlaku mulai tahun pajak 2008
Sedangkan untuk penghasilan yang bukan obyek pajak yang diterima oleh Wajib Pajak Badan adalah :
a Bantuan/Sumbangan
Bantuan/sumbangan yang bukan obyek pajak yaitu yang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
b Hibah yang diterima khusus oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil
c Deviden yang berasal dari cadangan laba yang ditahan
Khusus bagi penerima deviden berbentuk PT, BUMN dan BUMD yang penyertaaanya minimal 25% serta koperasi. Selain penerima deviden diatas termasuk pengertian obyek pajak.
d Penghasilan yang diterima dana pensiun meliputi :
- Penerimaan iuran
- deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia
- obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia
- saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
e Bunga / diskonto obligasi yang diterima reksadana
f Bagian laba yang diterima perusahaan modal ventura dari badan pasangan usaha
4.2. Akuntansi Pajak Penghasilan
Dalam dunia bisnis, setiap perusahaan membutuhkan system pencatatan yang mencatat dan merekam semua aktivitas perusahaan secara rapi dan teratur. Secara umum, system pencatatan aktivitas suatu usaha dinamakan akuntansi, yaitu suatu sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Dengan demikian, pemimpin perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengambil berbagai alternative kebijakan untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Biasanya, suatu sistem akuntansi diawali dengan pencatatan dokumen-dokumen suatu transaksi. Dokumen – dokumen tersebut dicatat kedalam jurnal harian hingga akhirnya menghasilkan neraca dan laporan rugi laba. Berdasarkan neraca dan laporan rugi laba itu, pemimpin perusahaan dapat menganalisis dan mengetahui sejauh mana kemajuan perusahaan yang dipimpinnya.
Di Indonesia, pajak tidak dapat terlepas dari aktivitas bisnis. Dengan kata lain, pajak dan bisnis saling mempengaruhi satu sama lain. Seperti halnya dunia bisnis, dunia pajak juga mengharuskan beberapa wajib pajak untuk melakukan system pencatatan suatu aktivitas bisnis. Dalam pajak, system pencatatan tersebut lebih dikenal dengan nama pembukuan. Pembukuan yang disusun secara rapi dan teratur dapat menghasilkan informasi mengenai pajak yang terutang atas jumlah seluruh objek pajak yang diterima, diperoleh, diserahkan dan dilakukan selama masa pajak (bulanan/tahunan) tertentu. Dengan demikian, pembukuan atau akuntansi dapat memudahkan wajib pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, antara lain mempermudah wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunnan, mempermudah perhitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak (Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN) dan menyajikan informasi tentang posisi financial dan hasil usaha untuk dianalisa oleh pengambil kebijakan perusahaan.
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
2. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan diIndonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
5. Pencatatan tersebut terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto, dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan obyek pajak dan penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.
6. Buku-buku , catatan-catatan, dokumen-dokumen lain wajib disimpan selama 10 tahun diIndonesia, yaitu ditempat kegiatan atau ditempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak Badan.
7. Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh.
8. Bahasa asing yang dimaksud adalah bahasa Inggris (Lihat KMK Nomor 543/KMK.04/2000)
Bagi wajib pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga tidak diketahui besarnya pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan dengan rincian sebagai berikut (Pasal 13 ayat (3) UU KUP No. 28 Tahun 2007):
ü 50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
ü 100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan;
ü 100 % (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 dengan syarat memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan, dan untuk menghitung penghasilan neto menggunakan prosentase tertentu yang disebut norma penghitungan penghasilan neto.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (contoh: Karyawan/pegawai).