Senin, 18 Juni 2012

Fasilitas Pajak Penghasilan

BAB VI
FASILITAS PAJAK PENGHASILAN
  
6.1  Fasilitas Pajak Penghasilan
6.1.1    Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang Menanamkan Modal pada Bidang Tertentu atau Daerah Tertentu
1.     Fasilitas PPH ini dapat diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri yang berbentuk :
a.     Perseroan terbatas; atau
b.     Koperasi, baik yang baru berdiri maupun yang telah ada, yang melakukan penanaman modal baik untuk:
ü  Penanaman modal baru; maupun
ü  Perluasan dari usaha yang telah ada, pada bidang usaha tertentu atau pada bidang tertentu dan daerah tertentu;
û  Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha.
û  Bidang-bidang Usaha Tertentu adalah bidang usaha di sektor kegiatan ekonomi yang mendapat prioritas tinggi dalam skala nasional.
û  Daerah-daerah Tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang layak dikembangkan.
2.     Kepada Wajib Pajak tersebut dapat diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan dalam bentuk :
a.     pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun;
Contoh :
PT ABC melakukan penanaman modal sebesar Rp 100.000.000.000,00 berupa pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan dan mesin. Terhadap PT ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan penghasilan neto (investment allowance) sebesar 5% x Rp 100.000.000.000,00 = Rp. 5.000.000.000,00 setiap tahunnya selama 6 tahun yang dimulai sejak tahun pemberian fasilitas.
b.     Penyusutan dan amortisasi dipercepat, sebagai berikut :
Kelompok Aktiva Tetap Berwujud
Masa Manfaat menjadi
Tarif Amortisasi Berdasarkan
Penyusutan Berdasarkan Metode


Garis Lurus
Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan :



  Kelompok I
2 tahun
50 %
100 % (dibebankan sekaligus)
  Kelompok II
4 tahun
25 %
50 %
  Kelompok III
8 tahun
12,5 %
25 %
  Kelompok IV
10 tahun
10 %
20 %
II.Bangunan :



Permanen
10 tahun
10 %
-
Tidak Permanen
5 tahun
20%
-
c.     Pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
Contoh :
Investor dari negara X memperoleh dividen dari Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang telah ditetapkan untuk memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan PP 62/2008. Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki Persetujuan Penghindar Pajak Berganda (P3B) dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI), atau bertempat kedudukan di negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen untuk WP luar negeri 10% atau lebih, maka atas dividen hanya akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia sebesar 10%. Namun apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di suatu negara yang telah memiliki P3B dengan Pemerintah RI dengan tarif pajak dividen tersebut dikenakan PPh di Indonesia sesuai tarif yang diatur dalam P3B tersebut.
d.     Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai berikut :
1.    Tambahan 1 tahun :
Apabila penanaman modal baru pada bidang usaha tertentu yang dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat.
2.   Tambahan 1 tahun :
Apabila memperkerjakan sekurang-kurangnya 500 orang tenaga kerja indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
3.   Tambahan 1 tahun :
Apabila penanaman modal baru memerlukan investasi/pengeluaran untuk insfrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar rp. 10.000.000.000,00
4.   Tambahan 1 tahun :
Apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau
5.   Tambahan 1 tahun :
Apabila menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% sejak tahun ke 4.
Hal Hal Yang harus diperhatikan dalam PP No. 62 Tahun 2008
1.    Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan setelah mempertimbangkan usulan dari Kepala BKPM
2.   Sebelum lewat 6 tahun sejak tanggal pemberian fasilitas Wajib Pajak tidak boleh :
a.   Menggunakan aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas, atau
b.   Mengalihkan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas kecuali aktiva tetap yang dialihkan tersebut diganti dengan aktiva tetap baru.
3.   Apabila Wajib Pajak yang telah mendapatkan fasilitas tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka :
a.   Fasilitas yang telah diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dicabut;
b.   Terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan
c.   Tidak dapat lagi diberikan fasilitas berdasarkan peraturan pemerintah ini.
4.   Wajib Pajak yang telah memperoleh keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak laporan mengenai hal-hal sebagai berikut :
a.   Realisasi penanaman modal sampai dengan selesainya seluruh investasi; (Laporan ini disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester terhitung sejak dimulainya realisasi penanaman modal sampai dengan selesainya seluruh investasi, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan)
b.   Realisasi produksi sejak saaat dimulainya produksi komersial;
c.   Penggunaan aktiva tetap yang digunakan untuk tujuan selain yang diberikan fasilitas;
d.   Pengalihan sebagian atau seluruh aktiva tetap yang mendapatkan fasilitas; dan
e.   Penggantian aktiva tetap yang dialihkan yang diganti dengan aktiva tetap yang baru.
(Laporan ini (huruf b,c,d dan e) disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak setiap semester, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir semester yang bersangkutan selama 6 (enam) tahun sejak saat dimulainya produksi komersial).
5.   Wajib Pajak yang telah mendapat fasilitas Pajak Penghasilan wajib melampirkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
6.   Pelaksanaan PP ini akan dievaluasi dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak ditetapkan
7.   Evaluasi dilakukan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
8.   Wajib Pajak yang telah memperoleh fasilitas perpajakan atas kegiatan usaha di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000, maka atas kegiatan usaha tersebut tidak lagi diberikan fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008.

PPh Orang Pribadi dan Badan

BAB III
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
3.1    Penghitungan PPh Orang Pribadi
Seperti telah dijelaskan dalam babbab sebelumnya bahwa penghitungan PPh Orang Pribadi dibedakan sebagai berikut :
a    Orang Pribadi Karyawan atau tidak menjalankan usaha
Untuk  OP  Karyawan  atau  bagi  yang  tidak  menjalankan  usaha  menghitunga  penghasilankena pajak sebesar gaji yang diterima atau  diperoleh  dikurangi  Penghasilan  Tidak  Kena Pajak (PTKP).
b    Orang Pribadi Usahawan atau pekerja bebas
Untuk OP yang menjalankan usahawan atau pekerja bebas penghitungan penghasilan kena pajak adalah :
ü  Untuk omzet/peredaran usaha dalam kurang dari Rp. 4.800.000.000,- menghitung penghasilan bersihnya boleh menggunakan pembukuan atau perkiraan penghasilan neto (norma) kemudian setelah itu dikurangi dengan PTKP
ü Untuk omzet sama dengan atau lebih dari Rp. 4.800.000.000,- menghitung penghasilan bersihnya harus dengan pembukuan, kemudian dikurangi dengan PTKP
Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2011
Tarif Pajak PPh Pasal 25/29 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi adalah berdasarkan pasal 17 Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan  dengan perincian sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
s.d Rp50.000.000,00
5%
di atas Rp50.000.000,00 s.d Rp250.000.000,00
15%
di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp500.000.000,00
25%
di atas Rp500.000.000,00
30%
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 600.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang :
5   %    x Rp    50.000.000,-          = Rp.    2.500.000,-
15 %    x Rp. 200.000.000,-           = Rp.  30.000.000,-
25 %    x Rp. 250.000.000,-          = Rp.  62.500.000,-
30 %    x Rp. 100.000.000,-           = Rp.  30.000.000,-( +)
Jumlah PPh terutang                       = Rp. 125.000.000,-
Wajib Pajak Samsul yang memperoleh penghasilan neto dari usaha perdagangan bahan bangunan sebesar Rp. 100.000.000,-  dan mempunyai seorang isteri yang menjalankan usaha salon kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp. 150.000.000,-, pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan jumlah penghasilan neto sebesar Rp. 250.000.000,00 (100.000.000 + 150.000.000).
Misalnya , Samsul tidak mempunyai anak maka pajak yang terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah sebesar :
Penghasilan Neto                                          : Rp. 250.000.000
PTKP (K/I/0)                                                : Rp. 33.000.000
Penghasilan Kena Pajak                                 : Rp. 217.000.000
PPh Terutang                                               
5%  x Rp. 50.000.000     = Rp.   2.500.000
15% x Rp. 167.000.000   = Rp. 25.050.000
                                                                     : Rp. 27.550.000




Apabila suami dan isteri pisah harta dan penghasilan maka untuk masing-masing suami dan isteri pengenaan pajak terutangnya dihitung sebagai berikut :
Suami :  Rp. 100.000.000  x  Rp. 27.550.000 = 11.020.000
             Rp. 250.000.000
Isteri :  Rp. 150.000.000  x  Rp. 27.550.000 = 16.530.000
             Rp. 250.000.000
Tuan Adit seorang pengusaha perdagangan bahan bangunan dengan nama toko Makmur di Purwokerto dengan status menikah dan mempunyai dua anak. Dari toko tersebut tuan Adit memperoleh penghasilan kotor (bruto) dalam satu tahun adalah Rp.600.000.000,- Penghasilan neto dihitung dengan metode norma penghitungan penghasilan neto.
Dalam penjualan tahun 2011 terdapat penjualan kepada bendaharawan pemerintah dan telah dipungut PPh Pasal 22 sebesar Rp.1.000.000,-
Selama tahun 2011 Tuan Adit telah membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp.6.000.000,-
Pajak Penghasilan Pasal 25/29 untuk SPT tahunan PPh Orang Pribadi Tahun 2011 tuan Adit dihitung sebagai berikut :
Penghasilan Bruto                                                                  : Rp. 600.000.000
Norma penghasilan neto kode 62440                                     : 20 %
Penghasilan neto(600.000.000 x 20 % = 120.000.000) : Rp. 120.000.000
PTKP (K/2)                                                                 
û  Wajib Pajak            : Rp. 15.840.000
û  Kawin                      : Rp.   1.320.000
û  Anak ke-1                : Rp.   1.320.000
û  Anak ke-2               Rp.   1.320.000 (+)
                                                                                             Rp.  19.800.000 (–)
Penghasilan Kena Pajak                                                          : Rp. 100.200.000
PPh Terutang :
Rp. 050.000.000  x  5%       = Rp. 02.500.000
Rp. 050.200.000  x  15%     = Rp. 07.530.000 (+)         
(Rp. 100.200.000)                                                   : Rp. 10.030.000      
Kredit Pajak :
û  PPh Pasal 22            : Rp. 1.000.000                                                
û  PPh Pasal 25            : Rp. 6.000.000 (+)                     
                                                                              : Rp.   7.000.000 (-)
PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29)                             : Rp.   3.030.000
Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2012 :
û  PPh Terutang                                                          : Rp. 10.030.000
û  PPh Pasal 22                                                           : Rp.   1.000.000 (-)
                                                                                 Rp.   9.030.000
 Angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan Rp. 9.030.000  = Rp. 752.500       
                                                                  12

3.2  Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
3.2.1    Pengertian PPh Orang Pribadi Dalam Negeri
Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.
3.2.2   Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
Subjek PPh OPDN adalah orang pribadi terbagi atas dua golongan yaitu subjek pajak orang pribadi dalam negeri dan subjek pajak orang pribadi luar negeri. Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam periode 12 bulan dan orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dam mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri adalah orang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari yang menjalankan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia dan Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari yang dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia.
Ketentuan mengenai test time atau tes waktu timbulnya BUT untuk subjek pajak luar negeri dari negara yang memiliki Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia mengacu pada ketentuan yang diatur dalam P3B yang bersangkutan.
3.2.3   Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
Objek pajak PPh OPDN adalah penghasilan di mana setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak berasal dari dalam negeri maupun luar Indonesia dan dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak / WP.
3.2.4   Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN
Tarif Pajak Penghasilan OPDN sesuai pasal 17 Undang-Undang PPh :
a.   Penghasilan sampai 25 juta kena tarif 5%
b.   Penghasilan antara 25 sampai 50 juta kena tarif 10%
c.   Penghasilan antara 50 sampai dengan 100 juta terkena tarif 15%
d.   Penghasilan antara 100 sampai 200 juta kena tarif 25%
e.   Penghasilan lebih dari 200 juta kena tarif 35%
PTKP atau Penghasilan tidak kena pajak untuk PPh OPDN sebagai berikut :
a.   Rp. 2.880.000,- untuk diri sendiri wajib pajak.
b.   Rp. 1.440.000,- untuk tambahan wajib pajak / wp kawin.
c.   Rp. 2.880.000,- untuk tambahan satu orang istri yang penghasilannya digabung dengan suami.
d.   Rp. 1.440.000,- untuk tambahan untuk setiap anggota keluarga maksimal 3 orang.
Contoh untuk penghitungan tahun pajak 2009
Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut.
Peredaran bruto                                                                       Rp  6.000.000.000,00   
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan                                                      Rp  5.400.000.000,00(-) 
Laba usaha (penghasilan neto usaha)                                    Rp     600.000.000,00   
Ø Penghasilan lainnya                          Rp  50.000.000,00       
Ø Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara
penghasilan lainnya tersebut            Rp  30.000.000,00 (-)
Penghasilan neto dari usaha                                                      Rp       20.000.000,00(+)
Jumlah seluruh penghasilan neto                                              Rp     620.000.000,00
Zakat                                                                                                   Rp.                      0,00
Kompensasi kerugian                                                                 Rp        10.000.000,00(-)
Penghasilan Kena Pajak (bagi Wajib  Pajak badan)                    Rp      610.000.000,00   
Pengurangan berupa untuk Wajib
Pajak orang pribadi (isteri + 2 anak)                                         Rp        19.800.000,00(-)   
Penghasilan Kena Pajak           
(bagi Wajib Pajak orang pribadi)                                              Rp    590.200. 000,00

PPh Terutang :  5% x 50.000.000                      Rp.     2.500.000,00
                        15%x 200.000.000                               Rp.   30.000.000,00
                        25%x 250.000.000                               Rp.   62.500.000,00
                        30%x   90.200.000                               Rp.   27.060.000,00(+)
Jumlah PPh Terutang                                Rp.  122.060.000,00
Kredit Pajak                                                     Rp.  100.000.000,00(-)
PPh Kurang Bayar                                              Rp.    22.060.000,00





BAB IV
PAJAK PENGHASILAN BADAN
4.1. Pengenaan Pajak Penghasilan Badan
     Yang dimaksud badan di sini adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang  tidak  melakukan  usaha   yang  meliputi perseroan terbatas  (PT), perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, badan usaha  milik negara  atau  badan  usaha milik daerah  dengan  nama  dan dalam  bentuk apa  pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi  lainnya, lembaga dan  bentuk  badan  lainnya  termasuk  kontrak  investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (UU Nomor 28 tahun 2007). Seperti telah diuraikan dalam bab bab sebelumnya bahwa untuk penghitungan pajak penghasilan Badan dimulai dengan penghitungan penghasilan bersih dengan menggunakan pembukuan. Yang menjadi dasar pengenaan pajak PPh Badan adalah sebesar laba bersih kena pajak tanpa pengurangan Penghasilan Tidak Kena  Pajak (PTKP). Sedangkan tarif  pajak untuk PPh Badan adalah :
1. Tarif Pajak  s.d. tahun 2008
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan 50.000.000
10%
Diatas    50.000.000 s.d. 100.000.000
15%
Diatas    100.000.000
30%

2. Tarif Pajak mulai tahun 2009
Tahun
Tarif Pajak
2009
28%
2010
25%

Tarif Pajak khusus WP Badan tertentu mulai tahun 2009
1.    Untuk Perseroan Terbuka yang sahamnya minimal dimiliki publik 40%
Bagi PT  terbuka dengan  saham  yang  dimiliki publik minimal  40%  ada  pengurangan
tarif 5% (pasal 17 (2b))  sehingga tarif menjadi :
Tarif pajak 2009  =  23%
Tarif Pajak 2010  =  20%
2.   Bagi UMKM dengan Omzet Setahun s.d. 50.000.000.000
WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto s.d Rp. 50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif   normal   yang   dikenakan   atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran  bruto sampai dengan  Rp4,8  miliar, sehingga tarif PPh Badan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tersebut adalah :
Bagian Omzet
Tahun 2009
Tahun 2010
Bagian omzet  s.d. 4,8 M
14 %
12.5%
Bagian Omzet  4,8 s.d. 50 M
28 %
25 %

Tarif Pajak Wajib Pajak Badan UMKM

Contoh 1 :
PT  X  memperoleh penjualan/omzet setahun  sebesar Rp. 60.000.000.000,- dan memperoleh laba neto sebesar Rp. 190.000.000,-
Penghitungan PPh (WP Badan) :
JUMLAH PKP                                      = laba neto  = Rp 190.000.000,00
1.     PPh TERUTANG tahun 2008 (Tarif lama) :
10% X Rp 50.000.000                                      = Rp 5.000.000
15% X Rp 50.000.000                                      = Rp 7.500.000
30% X Rp 90.000.000                                      = Rp 27.000.000
PPh TERUTANG                                                Rp 39.500.000,00
2.     PPh Terutang (Tarif tahun 2009)
Karena penjualannya lebih dari Rp 50 Miliar maka langsung dikenakan tarif 28%.
PPh Terutang tahun 2009  = 28% X 190.000.000 =  Rp. 53.200.000,-
3.     PPh Terutang (tarif tahun 2010)
 Karena penjualannya lebih dari Rp 50 Miliar maka langsung dikenakan tarif 28%. PPh Terutang tahun 2010  = 25% X 190.000.000 = Rp. 47.500.000,-
Contoh 2
CV  Anda dalam tahun 2009  membukukan omzet  sebesar Rp. 4.000.000.000,- dan  laba bersih diperoleh sebesar 
Rp. 100.000.000,- Karena  omzetnya  dibawah  Rp.  50  Miliar  maka  termasuk  UMKM  dan  mendapat  fasilitas  tarif
tahun 2009 sebesar 14% untuk bagian omzet s.d. 4,8 Miliar. Dan karena omzetnya kurang dari Rp. 4,8 M maka tarif PPh Badan tahun 2009 adalah 14% dari laba bersih.
PPh Badan tahun 2009                                           = 14% X 100.000.000
                                                                             = Rp. 14.000.000
Contoh 3 :
PT. Y dalam tahun Peredaran Usaha sebesar Rp. 30.000.000.000 dan laba bersih sebesar Rp. 3.000.000.000 atas hal tersebut penghitungan PPh Badan  tahun 2009 menggunakan fasilitas UMKM karena omzet dalam setahun tidak lebih dari  Rp. 50.000.000.000,- dihitung sebagai berikut :
Diketahui : laba bersih =  penghasilan kena pajak(PKP) = Rp. 3.000.000.000,
Tarif pajak 2009 untuk UMKM adalah 14% dan 28% dari PKP dihitung sbb :
Uraian
Peredaran Usaha
PKP
Tarif
PPh Terutang
Tarif fasilitas UMKM
0 s.d. 4,8 M
480.000.000
14%
67.200.000
Tarif sisanya
4,8 M  30 M
2.520.000.000
28%
705.600.000
Jumlah
30 M
3.000.000.000

772.800.000

Angka PKP Rp. 480.000.000 (dalam kolom ketiga diatas) yang mendapat tarif 14% adalah:
= (batasan omzet fasilitas dibagi total omzet) X Total laba (PKP)
= (4,8 M / 30 M) x 3 M
= Rp. 480.000.000
Seperti  telah dijelaskan sebelumnya  bahwa untuk menghitung penghasilan  bersih untuk
Wajib Pajak Badan harus menggunakan pembukuan maka dalam bahasan selanjutkan kita akan
membahas mengenai pembukuan dalam perpajakan (akuntansi pajak).
4.1.1    Tarif Pajak Pasal 17
Berdasarkan UU PPh nomor 36 tahun 2008 yang efektif berlaku per 1 Januari 2009, dimana tarif PPh Badan menggunakan tariff tunggal 28% untuk tahun pajak 2009 (Pasal 17 ayat 1 huruf b) dan berubah menjadi 25% untuk tahun pajak 2010 (Pasal 17 ayat (2a)).
Selanjutnya  sesuai  Pasal 31E ayat (1)  menyatakan  bahwa: Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai Rp50.000.000.000,00 mendapat  fasilitas  berupa pengurangan tariff sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00
û  Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh   dari peredaran bruto tersebut dikenai tariff sebesar 50% dari tarif  Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT. Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
û  Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00
û  Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1.    Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
2.   Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
û  Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp67.200.000,00
- 28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp705.600.000,00
Jadi, Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp. 67.200.000,00 + Rp705.600.000,00 = Rp772.800.000,00
4.1.2    PPh Terhutang
Besarnya pajak terhutang (PPh terhutang) diperoleh dengan jalan mengalikan Penghasilan Kena Pajak (PKP) dengan Tarif  Pajak  Pasal  17. Untuk keperluan penerapan tariff pajak ini jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) dibulatkan kebawah dalam ribuan rupiah penuh.
4.1.3    PPh Yang Dipotong/Dipungut Pihak Lain
Merupakan pelunasan pajak dalam tahun berjalan yaitu melalui pemotongan/pemungutan oleh pihak lain (pada saat  wajib  pajak  menerima penghasilan) yang boleh diperhitungkan sebagai Kredit Pajak (dikreditkan)
Terhadap PPh terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Kredit Pajak hanya dapat diperhitungkan untuk penghasilan yang pengenaan  pajaknya tidak bersifat final.
Adapun jenis Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan antara lain :
a      Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan yang dipungut oleh bendaharawan atau badan lain yang ditunjuk sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang tertentu lainnya.
b      Pajak Penghasilan Pasal 23/26
Pajak Penghasilan yang dipotong sehubungan dengan penghasilan yang diterima  atau diperoleh atas penggunaan modal (capital  income) dan penghasilan sehubungan dengan jasa yang diterima wajib pajak badan. Misalnya royalti, sewa, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan.
c      Pajak Penghasilan Pasal 24
Pajak yang dibayar atau terhutang diluar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri.
4.1.4    PPh Yang Harus Dibayar Sendiri
Merupakan selisih antara PPh terhutang dengan PPh yang dipotong/dipungut pihak lain (sebagaimana yang dimaksud kredit pajak pasal 22, pasal 23 dan pasal 24). Dimana besarnya PPh yang harus dibayar sendiri tersebut menjadi dasar penghitungan Angsuran Pajak (PPh. Pasal 25) untuk  tahun  pajak berikutnya, dengan formulasi penghitungan yaitu PPh yang harus dibaya sendiri dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
4.1.5    PPh Yang Telah Dibayar Sendiri
Merupakan pelunasan/pembayaran pajak dalam tahun berjalan yaitu oleh wajib pajak sendiri yang boleh diperhitungkan sebagai Kredit Pajak (dikreditkan) terhadap PPh terhutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. PPh yang telah dibayar sendiri dapat meliputi :
a    PPh. Pasal 25 (angsuran pajak setiap bulannya)
b    Surat Tagihan Pajak (STP) PPh. Pasal 25 (hanya pokok pajak)
c    Fiskal luar negeri
4.1.6    PPh Yang Kurang / Lebih Bayar
Merupakan selisih antara PPh yang harus dibayar sendiri dengan PPh yang telah dibayar sendiri oleh wajib pajak. Dimana jika PPh yang harus dibayar Sendiri lebih besar dari pada PPh yang telah dibayar sendiri, maka terdapat PPh yang masih harus dibayar (PPh kurang bayar). Demikian pula jika PPh yang harus dibayar sendiri lebih kecil  dari  pada  PPh  yang  telah  dibayar sendiri, maka terdapat PPh yang lebih bayar.
Apabila terdapat hasil PPh kurang bayar, maka kekurangan tersebut harus dilunasi selambat- lambatnya sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan dilaporkan diakhir bulan April tahun pajak berikutnya

Penghasilan yang dikenakan PPh Final yang diterima WP Badan adalah:
No
Jenis Penghasilan dikenakan PPh Final
Tarif
Dasar tarif
Dasar Hukum
1
Bunga deposito, tabungan, SBI
20%
Bunga bruto
Psl. 4 (2)
2
Diskonto obligasi, premium di B.E.
20%
Bunga bruto
Psl. 4 (2)
3
Saham & sekuritas di bursa efek
0,1%
Bruto
Psl. 4 (2)
Saham pendiri di B.E.
0,5%
Bruto
Psl. 4 (2)
4
Penghasilan penjualan saham  milik
perusahaan modal ventura
0,1%
Bruto
Psl. 4 (2)
5
PENGHASILAN USAHA :
a.  BBM, Pemumas, Gas
b.  Penyalur / distributor rokok
(berlaku s.d. 2008)
0,3%
0,15%
Harga jual
Harga bandrol
Pasal 4 (2)
Pasal 4 (2)
6
Pengalihan tnh & bang.
Pengalihan tnh & bang RS/Rusun
Sederhana,  Oleh WP Real Estate
5%
1%
H. Jual /  NJOP
H. Jual /  NJOP
Psl. 4 (2) *)
Psl. 4 (2) *)
7
Sewa tanah dan bangunan
10%
Bruto
Psl. 4 (2) *)
8
Imbalan jasa konstruksi :
a.  Pelasanaan konstruksi :
-      Jasa konstruksi kecil
-      Jakon Besar/Menengah
-      Jakon Tdk bersertifikat
b.  Perencanaan konstruksi
c.  Pengawasan  Konstruksi
Jika Tidak bersertifikat
2%
3%
4%
4%
4%
6%
Bruto
Bruto
Psl. 4 (2) **)
Psl. 4 (2) **)
9
Perwakilan dagang asing
0,44%
Ekspor bruto
Pasal 15
10
Pelayaran & Penerbangan Luar Negeri
2,64%
Bruto
Psl. 15
11
Pelayaran Dalam Negeri
1,2%
Bruto
Psl. 15
12
Revaluasi aktiva tetap
10%
Selisih lebih 
kompensasi
Psl. 19
13
Penghasilan lainnya meliputi :
-      Jasa maklon internasional
-      Hadiah Undian
2,1%
25%
Biaya pembuatan
 bahan baku
Bruto
Psl. 15
Psl. 4 (2)

*) berlaku mulai tahun pajak 2009
**) berlaku mulai tahun pajak 2008
Sedangkan  untuk penghasilan yang bukan obyek pajak  yang diterima oleh Wajib Pajak Badan adalah :
a    Bantuan/Sumbangan
Bantuan/sumbangan yang bukan obyek pajak yaitu yang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
b    Hibah yang diterima khusus oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil
c    Deviden yang berasal dari cadangan laba yang ditahan
Khusus   bagi  penerima   deviden  berbentuk   PT,   BUMN   dan   BUMD  yang  penyertaaanya minimal  25%  serta  koperasi. Selain  penerima  deviden  diatas  termasuk  pengertian  obyek pajak.
d    Penghasilan yang diterima dana pensiun meliputi :
- Penerimaan iuran
- deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di Indonesia
- obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia
- saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
e    Bunga / diskonto obligasi yang diterima reksadana
f    Bagian laba yang diterima perusahaan modal ventura  dari badan pasangan usaha

4.2. Akuntansi Pajak Penghasilan
Dalam dunia bisnis, setiap perusahaan membutuhkan system pencatatan yang mencatat dan merekam semua aktivitas perusahaan secara rapi dan teratur. Secara umum, system pencatatan aktivitas suatu usaha dinamakan akuntansi,   yaitu   suatu   sistem   informasi   yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan. Dengan demikian, pemimpin perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengambil berbagai   alternative kebijakan untuk  kelangsungan   hidup perusahaan.
Biasanya,  suatu  sistem  akuntansi  diawali  dengan  pencatatan  dokumen-dokumen  suatu transaksi. Dokumen dokumen tersebut dicatat kedalam jurnal harian hingga akhirnya menghasilkan  neraca  dan laporan rugi laba. Berdasarkan neraca dan laporan rugi  laba  itu, pemimpin  perusahaan  dapat menganalisis dan mengetahui sejauh mana  kemajuan  perusahaan yang dipimpinnya.
Di Indonesia, pajak tidak dapat terlepas dari aktivitas bisnis. Dengan kata lain, pajak dan bisnis saling mempengaruhi satu sama lain.  Seperti  halnya  dunia  bisnis,  dunia  pajak  juga mengharuskan beberapa wajib pajak untuk melakukan system pencatatan suatu aktivitas bisnis. Dalam pajak, system pencatatan tersebut lebih  dikenal  dengan  nama pembukuan. Pembukuan yang disusun secara rapi dan teratur dapat menghasilkan informasi mengenai   pajak yang terutang  atas jumlah seluruh  objek  pajak yang diterima, diperoleh, diserahkan  dan  dilakukan selama masa pajak (bulanan/tahunan) tertentu. Dengan demikian, pembukuan atau  akuntansi dapat  memudahkan wajib pajak untuk melaksanakan hak dan  kewajiban perpajakannya, antara lain mempermudah wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan Masa dan Tahunnan, mempermudah perhitungan  besarnya  Penghasilan Kena  Pajak (Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN) dan menyajikan informasi tentang posisi financial dan  hasil usaha untuk   dianalisa oleh pengambil kebijakan perusahaan.

Persayaratan Pembukuan :
1.    Wajib Pajak Orang Pribadi yang  melakukan  kegiatan  usaha  atau  pekerjaan  bebas  dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan.
2.   Pembukuan  atau  pencatatan  harus  diselenggarakan  diIndonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3.   Pembukuan  diselenggarakan  dengan  prinsip  taat  asas  dan  dengan  stelsel  akrual  atau stelsel kas.
4.   Pembukuan  sekurang-kurangnya  terdiri  dari  catatan  mengenai  harta,  kewajiban,  modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
5.   Pencatatan  tersebut  terdiri dari  data  yang dikumpulkan  secara  teratur  tentang peredaran atau penerimaan bruto, dan/atau  penghasilan  bruto  sebagai  dasar  untuk  menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang   bukan   obyek   pajak   dan penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.
6.   Buku-buku , catatan-catatan, dokumen-dokumen lain wajib disimpan selama 10 tahun diIndonesia, yaitu ditempat kegiatan atau  ditempat  tinggal  bagi  Wajib  Pajak  Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak Badan.
7.   Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan dan pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh.
8.   Bahasa asing yang dimaksud adalah bahasa Inggris (Lihat KMK Nomor 543/KMK.04/2000)
Bagi  wajib  pajak  yang  tidak  menyelenggarakan  pembukuan  sehingga  tidak  diketahui besarnya pajak yang terutang, akan  dikenakan  sanksi  administrasi  berupa  kenaikan  dengan rincian sebagai berikut (Pasal 13 ayat (3) UU KUP No. 28 Tahun 2007):
ü 50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
ü 100  % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan  dipotong atau dipungut  tetapi tidak atau kurang disetorkan;
ü 100  %  (seratus  persen)  dari  Pajak  Pertambahan  Nilai  Barang  dan  Jasa  dan  Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan :
1.    Wajib  Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu  tahun  kurang  dari  Rp  4.800.000.000,00  dengan  syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal  Pajak  dalam  jangka  waktu  3  bulan  pertama dari tahun pajak yang bersangkutan, dan untuk menghitung penghasilan neto menggunakan prosentase tertentu yang disebut norma penghitungan penghasilan neto.
2.   Wajib  Pajak  orang  pribadi  yang  tidak  melakukan  kegiatan  usaha  atau  pekerjaan  bebas (contoh: Karyawan/pegawai).